First Love In The Last
“Teeeet.........,”
“Teeeeeet..........,”
“Teeeeeeeet...........,”
Bel masuk telah berbunyi, aku dan teman-teman yang lainpun segera masuk
ke kelas masing-masing. Saat akan dimulai pelajaran tiba-tiba datang dua sahabatku
yang terlambat.
“Permisi
pak, em..maaf pak kami terlambat,”kata Kuzyna dan Kahfi.
“Sudah
berapa kali kalian terlambat masuk pelajaran saya?! ”tanya pak Hendra seraya
menatap Kuzyna dan Kahfi
“Em...Empat
kali pak,”jawab mereka polos.
“Kalau
begitu kalian boleh ikut pelajaran saya,”ucap pak Hendra.
“Yang
benar pak? kalau begitu terimakasih ya pak,”kata mereka senang sambil menuju
bangkunya.
“Eh...Siapa
bilang kalian boleh duduk. Maksud bapak, kalian boleh ikut pelajaran, tapi
harus sambil berdiri di depan kelas dengan mengangkat salah satu kaki kalian
sambil memegang telinga,”perintah pak Hendra.
“Yah,
bapak. Tapikan..,”ucap mereka belum selesai.
“Nggak
ada tapi-tapian. Nggak ada yang boleh berkomentar, cepat kerjakan perintah
bapak, kalian mengerti!”bentak pak Hendra.
“Mengerti
pak,”jawab mereka bersamaan
Pelajaranpun dimulai
kembali, aku dan teman-teman hikmat mengikuti pelajaran hingga usai.
“Gila ya itu guru, aku enggak pernah dihukum separah itu. Bayangin
coba, kita disuruh berdiri pake satu kaki sampek dua jam pelajaran, sumpah
pegel banget!”gerutu Kahfi.
“Huft...emang tuh, pak Hendra guru gila! Tapi.. ya udahlah, aku dah
males ngomongin bapak itu. Nggak penting!”timpal Kuzyna bebal.
Saat Kuzyna dan Kahfi sedang asik mengobrol, tiba-tiba guru kimia yang
akan mengajar sudah datang. Saat aku dan teman-teman melihatnya, ternyata guru
itu adalah guru baru. Alangkah terkejutnya aku dan seluruh murid XII IPA 4.
“Assalamu’alaikum,”sapa bu Zuruka.
|
“Anak-anak, ibu adalah pengganti guru kimia kalian. Jadi, ibu harap
kalian bisa nyaman belajar dengan ibu. Baiklah, kita mulai saja pelajarannya.
Kemarin bu Gita sudah memberikan pelajaran sampai mana?”
“Bentar bu, aku mau tanya!”seru Zam.
“Ya?”
“Ibu, namanya siapa? Terus rumahnya dimana? Udah punya pacar atau
suami?”tanya Zam tanpa henti
“Oh iya, ibu hampir lupa. Nama ibu adalah Zuruka April Ramadhani,
kalian cukup memanggil ibu dengan panggilan bu Zuruka,”jawab bu Zuruka.
“Ibu, asalnya dari Jepang apa Indonesia, koq namanya bau jepang?,”tanya
Nayla polos.
“Bukan, ibu berasal dari Solo,”jawab bu Zuruka.
“Ow...,”seru murid-murid serempak.
“Oh, ya ibu juga lupa. Ibu belum kenal kalian semua juga ya,” sambung
bu Zuruka.
“Iya bu,”jawab murid-murid kompak.
“Baiklah, sebelum kita belajar. Kita kenalan dulu ya, coba dari yang
sebelah kanan ibu.Siapa namanya?” tanya bu Zuruka semangat.
Akhrinya kami berkenalan dan pelajaran kimia kali ini sangat
menyenangkan, tidak seperti biasanya yang sangat menegangkan dan membosankan,
itu semua karena bu Zuruka yang selalu membuat suasana nyaman hingga membuat
aku dan teman-teman bersemangat mengikuti pelajaran kimia.
Keesokan harinya, Kuzyna dan
Kahfi lagi-lagi terlambat sekolah. Kali ini sudah melewati tiga puluh lima
menit, betapa marahnya pak Hendra yang sedang menjadi guru piket, karena
mengetahui Kuzyna dan Kahfi lagi-lagi terlambat, hingga akhirnya pak Hendra
menghukum Kuzyna dan Kahfi keliling lapangan basket tiga puluh lima kali sesuai
dengan waktu mereka terlambat.
“Zi, lihat tuh. Lagi-lagi mereka terlambat sekolah. Apa kamu nggak
risih sih ngeliatnya?”tanya Ridza.
“Emm...Risih iya, sebel juga ya, jadi geregetan. Tapi mau gimana lagi
loh, Za. Kemarin aku udah bilang ama mereka. Tapi.. ya, lihat ajalah
kenyataannya, mereka tetep aja terlambat,” bisikku pada Ridza.
|
“HEI, KALIAN!! saya perhatikan dari tadi mengobrol. Apa mau ibu hukum
berdiri di depan kelas!!”bentak bu Lena.
“Em..maaf bu, kami nggak akan
ngulanginya lagi,”jawabku dan Ridza bersamaan.
“Ok, Kali ini kalian saya maafkan. Tapi ingat jangan bersuara
dipelajaran saya. DENGAR!!! Ini juga berlaku untuk semuanya. Mengerti?,”tegur
bu Lena garang.
“Ya, bu,”jawab murid-murid kompak.
Setelah itu, kelas kami
menjadi hening hanya suara keras dan lantang yang keluar dari mulut bu Lena,
guru biologi. Tiba-tiba terdengar ketukan pintu dari luar.
“ Tuk..tuk..tuk,”
“Azka, buka pintu itu,”perintah bu Lena.
“Baik bu,”jawab Azka.
Saat Azka membuka pintu, ternyata yang datang guru BK, yang sedang
mencari Kuzyna dan Kahfi.
“Azka, tolong sampaikan pada Kuzyna sama Kahfi untuk menemui bapak di
ruang BK. Kalau mereka sudah datang,”pinta pak Madian
“Baik pak,”jawab Azka.
“Terimakasih, nak,”ucap pak Madian.
“Ya pak,” sambut Azka.
Setelah pak Madian pergi, Azka memberitahu bu Lena bahwa pak Madian
mencari Kuzyna dan Kahfi.
“Maaf bu, tadi pak Madian mencari Kuzyna dan Kahfi, pak Madian menyuruh
mereka menemui pak Madian di ruang BK,”Azka melapor pada bu Lena.
“Baiklah, nanti beritahu mereka kalau sudah masuk kelas,”sambung bu
Lena.
“Baik bu. Terimakasih ya bu,”ucap Azka.
“Ya,”jawab bu Lena.
Azkapun kembali ke tempat duduk dan menunggu Kahfi dan Kuzyna di kelas.
Sebenarnya Azka sedikit kecewa dengan keadaan Kahfi dan Kuzyna. Karena sebagai
ketua kelas, ia merasa namanya tercoreng karena ulah Kahfi dan Kuzyna.
“Assalamu’alaikum,”
Tiba-tiba terdengar salam dari belakang pintu.
“Wa’alaikumsalam,”jawab kami serempak.
Ternyata Kahfi dan Kuzyna yang memberi salam dari balik pintu dengan
tubuh bercucuran keringat.
|
“Ya, silakan duduk,” jawab bu Lena.
Kahfi dan Kuzynapun kembali ke tempat duduk mereka. Pelajaranpun
dimulai kembali.
“Baiklah, ibu lanjutkan kembali. Jadi Variabel bebas itu adalah
perlakuan yang berlebih yang kita berikan terhadap..,” putus bu Lena, ketika
mendengar bel berbunyi.
“Teeeet.......,”
“Baiklah, karena jam ibu sudah habis, jadi pelajaran Biologi, kita
lanjutkan besok. Ok, biar kalian belajar, kerjakan tugas pada halaman 10-13 di
buku LKS,”sambung bu Lena.
“Baik, bu,”Jawab murid-murid.
“Baiklah, ibu akhiri selamat pagi,” salam bu Lena.
“Pagiii,”jawab murid-murid.
Usai pelajaran Biologi, Azka
mendatangi Kahfi dan Kuzyna untuk menyampaikan pesan dari pak Madian.
“Zyn, Fi. Kalian dipanggil pak Madian tuh di ruang BK. Buruan sana.
Kali aja ada yang penting,” ucap Azka pendek
“Emm..kami! Azka, emangnya ada apa sih, kok kami dipanggil?”tanya Kahfi sedikit terkejut.
“Sorry Fi, aku nggak tahu. Mending kamu tanya aja sendiri ke pak Madian
langsung ,” jawab Azka setengah ketus.
“Oh, thank ya buat infonya,”jawab Kahfi yang ikut ketus.
Kemudian merekapun pergi menemui pak Madian. Dan pelajaran
selanjutnyapun segera dimulai sampai bel istirahat berbunyi.
Saat pelajaran terakhir akan
usai, aku dan Ridza gelisah karena Kuzyna dan Kahfi belum masuk kelas. Karena
kami tergabung dalam satu kelompok karya tulis dan kami akan tampil untuk
memprentasikan karya tulis kami. Karena kuwatir aku meminta tolong pada Syifa
untuk mencari mereka. Syifapun membantu kami untuk mencari mereka dengan alasan
pergi ke toilet saat pelajaran bu Ainun berlangsung.
“Maaf Bu, saya boleh izin ke toilet,”pinta Syifa.
“Baiklah, jangan lama-lama!”seru bu Ainun
“Ya, bu,”sambung Syifa.
|
“Syifa. Ada apa? Kenapa kamu nangis? Coba cerita sama aku,”ucapku lembut.
“Iya Syifa, Ceritain aja. Nggak pa-pa, insyaallah ibu nggak akan marah,”kata
bu Ainun menenangkan.
Sampai beberapa saat, akhirnya Syifa tenang dan menceritakan apa yang
terjadi. Saat mendengar penuturan Syifa, seluruh murid XII IPA 4 terkejut dan
Rafa mengajak seluruh murid laki-laki yang ada untuk mendatangi lokasi yang
telah Syifa tunjukkan. Saat mereka sampai di gudang mereka lebih terkejut lagi
melihat kondisi Kahfi dan Kuzyna, mereka
tergeletak pingsan dengan keadaan tubuh yang penuh luka pukulan. Kemudian Rafa,
Adam, Angga, aku, Azka, dan pak satpam segera membawa mereka ke rumah sakit
terdekat dengan mobil kepala sekolah. Saat kami sampai di depan rumah sakit pak
satpam segera memanggil suster.
“Suster tolong murid saya sus,”teriak pak satpam setelah keluar dari
mobil.
“Ya, mas. Tolong angkat di tempat darurat ini,”pinta suster dengan
tanggap.
“Ya, sus,”ucap kami bersamaan.
Akhirnya, Kuzyna dan Kahfi diperiksa, dan suster menyarankan kami
pulang dan kembali sore harinya.
Lembayung senja mulai menaungi
dunia, akupun telah bersiap-siap. Aku dan bu Zuruka telah membuat janji untuk
pergi ke rumah sakit bersama. Belum selesai aku mengenakan jilbab, bu Zuruka
sudah tiba dengan mobilnya. Aku segera mempercepat mengenakan jilbab dan segera
meminta izin pada ibu, dan berangkat menuju rumah sakit. Alangkah terkejutnya
aku saat kulihat dalam mobil sudah ada Azka, Arka, Rafa, Qeza, Zee, Dev dan
Bara.
“Kalian ikut juga?”tanyaku polos
“Ya dunk, akukan juga pengen liat si kembar. Untung aja bu Zuruka bawa
mobil apv jadi muat banyak,”celetuk Bara.
“Huh....Bara nih,” ucap Rafa sambil menyenggol Bara.
“Apaan si, akukan gak salah,” protes Bara.
“Hahahahaha..”tawa teman-teman melihat tingkah Bara.
“Sudahlah, jangan becanda terus. Kapan mau nyampek rumah sakitnya,”kata
bu Zuruka.
“Ok bu,” jawabku.
|
“Kamu nggak papakan Zyn,”ucap Qeza kuwatir.
“Suit..suit. ehm...cie.cie..diperhatiin ama Qeza nih,”goda Azka dan
teman-teman.
“Apaan sih,”kata Kuzyna membela diri.
“Zyn, Fi. Sebenernya apa sih yang terjadi pada kalian?”tanya bu Zuruka
Yang ditanya masih terdiam dan saling bertukar pandangan. Kuzyna adik
Kahfi memucat setelah dipelototi kakaknya.
“Em..nggak bu, nggak terjadi apa-apa,”kilah Kahfi.
“Jujur aja Fi, kita inikan sahabat kalau ada masalah coba ceritain,”bujukku.
“Em....Bener Zi, gak ada masalah apa-apa koq, cuma...,”putus Kahfi.
“Cuma apa?”tanyaku.
“Maaf ya buat semuanya. Kami udah ngerepotin kalian, terutama bu
Zuruka. Maaf bu, kami nggak bisa jadi murid kebanggaan ibu,”desah Kuzyna
“Ya bu. Maafkan kami. Ini semua adalah kesalahan kami,”timpal Kahfi.
“Ya sudah tidak apa-apa. Tapi siapa yang menyakiti kalian seperti ini?
“tanya bu Zuruka.
Kahfi dan Kuzyna kembali terdiam, suasana kamar pasien yang tadinya
ramai kini menjadi senyap. Sampai beberapa menit bu Zuruka mulai bicara.
“Kahfi, Kuzyna. Kalau memang kalian belum bisa cerita gak papa,”kata bu
Zuruka.
Aku hanya bisa memperhatikan Kahfi, kulihat ke dalam matanya tertulis
kebohongan besar. Juga terlihat beban yang sangat berat yang tengah dipikulnya.
Malam ini mereka sudah boleh
pulang. Kami yang sedari sore sudah di rumah sakit membantu berkemas dan
menyelesaikan administrasi. Kamipun pulang diantar bu Zuruka.
Hari ini ada pelajaran
bahasa Indonesia. Bu Endang membagi kelompok diskusi dan aku satu kelompok
dengan Ridza dan Kahfi. Tapi Ridza sedang izin ke rumah neneknya. Jadi tinggal
kami berdua saja. Bu Endang menugaskan kami mencari literatur lain tentang
materi surat lamaran pekerjaan. Karena Ridza tidak berangkat sekolah, aku
memanfaatkan kesempatan ini untuk mencari tahu kejadian di gudang siang itu.
“Fi, sebenarnya, kenapa sih kamu sampai jadi kayak gini. Dulu kamu itu
disiplin. Aku nggak suka ama kamu yang sekarang, coba deh cerita,”rayuku saat
di perpustakaan.
|
“Zifa, meng...,”tanya bu Fatma
“Bu...saya lagi diskusi. Jadi tolong dibantu ya bu,”putusku.
“Ow..Cuma berdua saja?”tanya bu Fatma lagi.
“Ya, memang seperti itu,”jawabku sekenanya.
Kemudian aku melanjutkan mengintrogasi Kahfi.
“Jadi, kenapa Fi,”tanyaku pada Kahfi
Tapi, Kahfi masih terdiam. Dan langsung berdiri, tiba-tiba ia langsung
menarikku keluar dari perpustakaan. Dia membawaku ke ruang kesekretariatan OSIS
yang sedikit tersembunyi, dan menyuruhku duduk di sudut ruang itu. Aku bingung,
mengapa Kahfi mengajakku ke ruang kesekretariatan. Lama-lama aku menjadi
ketakutan, tapi dia meyakinkanku.
“Tenanglah, Zi! Aku nggak akan nyakitin kamu,”ucap Kahfi.
“Sebenarnya, kenapa kamu ngajak aku kesini?”tanyaku takut.
“Jangan takut, aku cuma pengen bilang sesuatu dan aku akan ceritain
semua tentang keadaanku,”jawabnya santai
“Memang apa yang terjadi sama kamu, jangan buat aku penasaran,”pintaku
padanya.
Akhirnya Kahfi berterus terang, ternyata
setelah pak Madian memanggilnya. Pak Madian mengeluhkan kegiatan sekolah mereka
yang menjadi amburadul, dan hal itu bisa membuat mereka tidak lulus sekolah.
Ditambah lagi ujian nasional tinggal empat bulan lagi. Dan hal itu membuat
mereka menjadi sangat bersalah. Dan mereka saling menyalahkan satu sama lain,
sampai berkelahi dan pada akhirnya jatuh pinsan setelah badan remuk dan
kelelahan, hal tersebut karena nasalah tentang keterlambatannya masuk sekolah, kebiasaannya
tidur dikelas dan satu hal yang sangat mengecewakan yaitu, nilai ujiannya yang
anjlok. Hal tersebut terjadi karena ayahnya yang telah meninggal setahun lalu,
membebani ibu Kahfi dan Kuzyna untuk membiayai sekolah mereka dan Melvi adiknya
yang baru masuk SMP serta kebutuhan sehari-hari. Dan ternyata saat ini ibunya
sedang sakit. Sehingga Kahfi dan Kuzyna terpaksa kerja paruh waktu di sebuah
mal saat pulang sekolah dan bekerja di tempat bilyard saat malam untuk
membiayai hidup mereka. Hingga dia kadang harus pulang jam satu bahkan jam
tiga. Hal itu yang membuatnya terlambat sekolah selama dua bulan ini. Usai
bercerita, aku tak dapat menahan diri hingga aku meneteskan air mata, tapi
Kahfi langsung mengusap pipiku, dan memegang kedua tanganku.
“Zi, kenapa kamu nangis. Kamu jangan nangis Zifaku sayang. Mungkin itu
memang sudah takdir,”kata Kahfi.
“Aku...aku tidak apa-apa, jangan kuwatir. Kahfi kenapa kamu memanggilku
gitu,”ucapku.
|
“Zi, aku ingin jujur,”tutur Kahfi.
“Katakan,”pintaku
“Zi, aku sayang kamu, tapi aku mohon jangan marah,”kata Kahfi kuwatir.
“Tidak, aku tidak marah. Hanya saja, aku belum bisa. Meskipun ku tau, sesungguhnya
selama ini aku selalu menepis rasa cemas dan kuatir akan dirimu,” jawabku.
“Tidak apa-apa. Kitakan bisa jadi sahabat,”ucapnya senang
Setelah mengetahui akan hal
itu, aku berinisiatif untuk membantu Kahfi dan Kuzyna untuk mengatur kegiatan
mereka. Meskipun sebelumnya mereka keberatan dengan bantuan kami, tapi kami
meyakinkannya dan bila tidak berhasil aku akan menanggung ruginya. Itu janjiku
pada Kahfi dan Kuzyna dan aku mulai rajin memperhatikan Kahfi dan Kuzyna, dan
aku menceritakan semua kejadian itu kepada Azka dan Ridza. Dan Azka mempunyai
ide untuk membantu mereka, yaitu dengan mempromosikan mereka untuk mendapatkan
beasiswa. Dan kami bersama-sama membangun wirausaha. Dengan membuat kue-kue dan
juga camilan dengan memanfaatkan singkong dan ubi kayu dan menitipkannya di
warung-warung, kantin sekolah dan koperasi sekolah. Alhasil Kuzyna dan Kahfi
mendapat beasiswa dan uang hasil usaha bisa membantu memenuhi kebutuhan hidup
mereka. Dan selama empat bulan terakhir ini kami membantu mereka mengejar
ketinggalan mereka. Hingga pada waktu ujian dilaksanakan, semua berjalan
lancar. Saat pengumuman kelulusan, kami berteriak gembira karena kami semua
lulus.
“Zi,”panggil Kahfi.
“Ya, kenapa?”tanyaku
“Ikut aku,” kata kahfi, lagi-lagi ia menarik lenganku.
“Kahfi, ada apa?”aku masih bertanya.
Tapi dia hanya diam, sampai akhirnya kami sampai di depan mushala
sekolah. Mushala itu sepi, karena teman-teman yang lain sedang merayakan
kelulusan. Tiba-tiba Kahfi memegang tanganku lembut.
“Zifa, makasih, karena kamu, aku bisa melakukan semuanya. Aku udah nggak
pernah terlambat. Ujianpun jadi lancar dan hasil ujianpun memuaskan,”ucap
Kahfi.
“Ya, sudahlah. Kitakan sahabat, harus saling bantu,”sambungku.
“Zi,”panggil Kahfi.
“Ya,”jawabku.
“Aku mau kuliah di Jogja, aku dapat beasiswa disana,”ucapnya.
|
“Em...dia gak mau kuliah, tapi aku dah coba bujuk. Kalau dia mau,
mungkin kuliah di Unila, soalnya dia dapat beasiswa kimia murni disana,”jelas
Kahfi.
“Ow, ya...semoga kalian sukses, tapi....”putusku.
“Tapi apa?”tanya Kahfi.
“Usai kelulusan ini, aku akan pindah dari Lampung ikut ayah pindah
tugas kerja,” sambungku sedih.
“Kemana? Kenapa kamu ninggalin aku?”tanya Kahfi.
“Aku ikut ayah pindah tugas ke Timika. Meskipun kayak gitu aku nggak pernah
ninggalin kamu.” sambungku.
“Aku bakal kangen banget sama kamu,”ucap kahfi sedih.
“Jangan sedih. Suatu saatkan kita bisa ketemu lagi,”kataku sambil
mengalungkan namaku ke lehernya.
“Fi, jangan lupain aku,”timpalku sambil
berjalan pulang.
“ZIIFAAA, aku sayaaaaang kamu,” teriak Kahfi sambil berlari kearahku
dan memberikanku sekotak bungkusan kecil. Saat aku membukanya di rumah,
ternyata isinya adalah kalung berbandul hati dan kotak musik.
Saat itulah pertemuanku yang
terakhir dengan Kahfi. Aku yang harus ikut ayah bertugas ke Timika dan Kahfi kuliah ke Jogja. Dan sampai
beberapa tahun kedepan aku tidak bisa bertemu dengannya lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar