Minggu, 20 April 2014

I wanna be a writter



First Love In The Last

“Teeeet.........,”
“Teeeeeet..........,”
“Teeeeeeeet...........,”
Bel masuk telah berbunyi, aku dan teman-teman yang lainpun segera masuk ke kelas masing-masing. Saat akan dimulai pelajaran tiba-tiba datang dua sahabatku yang terlambat.
“Permisi pak, em..maaf pak kami terlambat,”kata Kuzyna dan Kahfi.
“Sudah berapa kali kalian terlambat masuk pelajaran saya?! ”tanya pak Hendra seraya menatap Kuzyna dan Kahfi
“Em...Empat kali pak,”jawab mereka polos.
“Kalau begitu kalian boleh ikut pelajaran saya,”ucap pak Hendra.
“Yang benar pak? kalau begitu terimakasih ya pak,”kata mereka senang sambil menuju bangkunya.
“Eh...Siapa bilang kalian boleh duduk. Maksud bapak, kalian boleh ikut pelajaran, tapi harus sambil berdiri di depan kelas dengan mengangkat salah satu kaki kalian sambil memegang telinga,”perintah pak Hendra.
“Yah, bapak. Tapikan..,”ucap mereka belum selesai.
“Nggak ada tapi-tapian. Nggak ada yang boleh berkomentar, cepat kerjakan perintah bapak, kalian mengerti!”bentak pak Hendra.
“Mengerti pak,”jawab mereka bersamaan
      Pelajaranpun dimulai kembali, aku dan teman-teman hikmat mengikuti pelajaran hingga usai.
“Gila ya itu guru, aku enggak pernah dihukum separah itu. Bayangin coba, kita disuruh berdiri pake satu kaki sampek dua jam pelajaran, sumpah pegel banget!”gerutu Kahfi.
“Huft...emang tuh, pak Hendra guru gila! Tapi.. ya udahlah, aku dah males ngomongin bapak itu. Nggak penting!”timpal Kuzyna bebal.
Saat Kuzyna dan Kahfi sedang asik mengobrol, tiba-tiba guru kimia yang akan mengajar sudah datang. Saat aku dan teman-teman melihatnya, ternyata guru itu adalah guru baru. Alangkah terkejutnya aku dan seluruh murid XII IPA 4.
“Assalamu’alaikum,”sapa bu Zuruka.
1
 
“Wa’alaikumsalam,”jawab murid-murid.
“Anak-anak, ibu adalah pengganti guru kimia kalian. Jadi, ibu harap kalian bisa nyaman belajar dengan ibu. Baiklah, kita mulai saja pelajarannya. Kemarin bu Gita sudah memberikan pelajaran sampai mana?”
“Bentar bu, aku mau tanya!”seru Zam.
“Ya?”
“Ibu, namanya siapa? Terus rumahnya dimana? Udah punya pacar atau suami?”tanya Zam tanpa henti
“Oh iya, ibu hampir lupa. Nama ibu adalah Zuruka April Ramadhani, kalian cukup memanggil ibu dengan panggilan bu Zuruka,”jawab bu Zuruka.
“Ibu, asalnya dari Jepang apa Indonesia, koq namanya bau jepang?,”tanya Nayla polos.
“Bukan, ibu berasal dari Solo,”jawab bu Zuruka.
“Ow...,”seru murid-murid serempak.
“Oh, ya ibu juga lupa. Ibu belum kenal kalian semua juga ya,” sambung bu Zuruka.
“Iya bu,”jawab murid-murid kompak.
“Baiklah, sebelum kita belajar. Kita kenalan dulu ya, coba dari yang sebelah kanan ibu.Siapa namanya?” tanya bu Zuruka semangat.
Akhrinya kami berkenalan dan pelajaran kimia kali ini sangat menyenangkan, tidak seperti biasanya yang sangat menegangkan dan membosankan, itu semua karena bu Zuruka yang selalu membuat suasana nyaman hingga membuat aku dan teman-teman bersemangat mengikuti pelajaran kimia.

 

      Keesokan harinya, Kuzyna dan Kahfi lagi-lagi terlambat sekolah. Kali ini sudah melewati tiga puluh lima menit, betapa marahnya pak Hendra yang sedang menjadi guru piket, karena mengetahui Kuzyna dan Kahfi lagi-lagi terlambat, hingga akhirnya pak Hendra menghukum Kuzyna dan Kahfi keliling lapangan basket tiga puluh lima kali sesuai dengan waktu mereka terlambat.
“Zi, lihat tuh. Lagi-lagi mereka terlambat sekolah. Apa kamu nggak risih sih ngeliatnya?”tanya Ridza.
“Emm...Risih iya, sebel juga ya, jadi geregetan. Tapi mau gimana lagi loh, Za. Kemarin aku udah bilang ama mereka. Tapi.. ya, lihat ajalah kenyataannya, mereka tetep aja terlambat,” bisikku pada Ridza.
2
 
Tiba-tiba ada yang melemparkan penghapus ke arah kami. Hampir saja mengenai wajahku.
“HEI, KALIAN!! saya perhatikan dari tadi mengobrol. Apa mau ibu hukum berdiri di depan kelas!!”bentak bu Lena.
“Em..maaf  bu, kami nggak akan ngulanginya lagi,”jawabku dan Ridza bersamaan.
“Ok, Kali ini kalian saya maafkan. Tapi ingat jangan bersuara dipelajaran saya. DENGAR!!! Ini juga berlaku untuk semuanya. Mengerti?,”tegur bu Lena garang.
“Ya, bu,”jawab murid-murid kompak.
      Setelah itu, kelas kami menjadi hening hanya suara keras dan lantang yang keluar dari mulut bu Lena, guru biologi. Tiba-tiba terdengar ketukan pintu dari luar.
“ Tuk..tuk..tuk,”
“Azka, buka pintu itu,”perintah bu Lena.
“Baik bu,”jawab Azka.
Saat Azka membuka pintu, ternyata yang datang guru BK, yang sedang mencari Kuzyna dan Kahfi.
“Azka, tolong sampaikan pada Kuzyna sama Kahfi untuk menemui bapak di ruang BK. Kalau mereka sudah datang,”pinta pak Madian
“Baik pak,”jawab Azka.
“Terimakasih, nak,”ucap pak Madian.
“Ya pak,” sambut Azka.
Setelah pak Madian pergi, Azka memberitahu bu Lena bahwa pak Madian mencari Kuzyna dan Kahfi.
“Maaf bu, tadi pak Madian mencari Kuzyna dan Kahfi, pak Madian menyuruh mereka menemui pak Madian di ruang BK,”Azka melapor pada bu Lena.
“Baiklah, nanti beritahu mereka kalau sudah masuk kelas,”sambung bu Lena.
“Baik bu. Terimakasih ya bu,”ucap Azka.
“Ya,”jawab bu Lena.
Azkapun kembali ke tempat duduk dan menunggu Kahfi dan Kuzyna di kelas. Sebenarnya Azka sedikit kecewa dengan keadaan Kahfi dan Kuzyna. Karena sebagai ketua kelas, ia merasa namanya tercoreng karena ulah Kahfi dan Kuzyna.
“Assalamu’alaikum,”
Tiba-tiba terdengar salam dari belakang pintu.
“Wa’alaikumsalam,”jawab kami serempak.
Ternyata Kahfi dan Kuzyna yang memberi salam dari balik pintu dengan tubuh bercucuran keringat.
3
 
“Mm..Maaf bu, kami terlambat,” kata Kahfi dan Kuzyna bersamaan.
“Ya, silakan duduk,” jawab bu Lena.
Kahfi dan Kuzynapun kembali ke tempat duduk mereka. Pelajaranpun dimulai kembali.
“Baiklah, ibu lanjutkan kembali. Jadi Variabel bebas itu adalah perlakuan yang berlebih yang kita berikan terhadap..,” putus bu Lena, ketika mendengar bel berbunyi.
“Teeeet.......,”
“Baiklah, karena jam ibu sudah habis, jadi pelajaran Biologi, kita lanjutkan besok. Ok, biar kalian belajar, kerjakan tugas pada halaman 10-13 di buku LKS,”sambung bu Lena.
“Baik, bu,”Jawab murid-murid.
“Baiklah, ibu akhiri selamat pagi,” salam bu Lena.
“Pagiii,”jawab murid-murid.
      Usai pelajaran Biologi, Azka mendatangi Kahfi dan Kuzyna untuk menyampaikan pesan dari pak Madian.
“Zyn, Fi. Kalian dipanggil pak Madian tuh di ruang BK. Buruan sana. Kali aja ada yang penting,” ucap Azka pendek
“Emm..kami! Azka, emangnya ada apa sih, kok kami dipanggil?”tanya  Kahfi sedikit terkejut.
“Sorry Fi, aku nggak tahu. Mending kamu tanya aja sendiri ke pak Madian langsung ,” jawab Azka setengah ketus.
“Oh, thank ya buat infonya,”jawab Kahfi yang ikut ketus.
Kemudian merekapun pergi menemui pak Madian. Dan pelajaran selanjutnyapun segera dimulai sampai bel istirahat berbunyi.



 


      Saat pelajaran terakhir akan usai, aku dan Ridza gelisah karena Kuzyna dan Kahfi belum masuk kelas. Karena kami tergabung dalam satu kelompok karya tulis dan kami akan tampil untuk memprentasikan karya tulis kami. Karena kuwatir aku meminta tolong pada Syifa untuk mencari mereka. Syifapun membantu kami untuk mencari mereka dengan alasan pergi ke toilet saat pelajaran bu Ainun berlangsung.
“Maaf Bu, saya boleh izin ke toilet,”pinta Syifa.
“Baiklah, jangan lama-lama!”seru bu Ainun
“Ya, bu,”sambung Syifa.
4
 
Saat keluar dari kelas, Syifa langsung keliling sekolahan sambil berlari dan menelefon Kahfi, tapi telfonnya tidak diangkat dan Syifa belum juga bisa menemukan mereka. Tapi saat Syifa melewati gudang tiba-tiba Syifa terkejut dengan apa yang ia lihat, hingga ia berlari menuju kelas sambil menangis. Sampai-sampai Syifa tidak mengiraukan guru, yang ia tuju saat itu adalah aku, seketika ia menghamburkan diri ke pelukannku. Bu Ainun yang faham kondisi Syifa bisa maklum.
“Syifa. Ada apa? Kenapa kamu nangis? Coba cerita sama aku,”ucapku lembut.
“Iya Syifa, Ceritain aja. Nggak pa-pa, insyaallah ibu nggak akan marah,”kata bu Ainun menenangkan.
Sampai beberapa saat, akhirnya Syifa tenang dan menceritakan apa yang terjadi. Saat mendengar penuturan Syifa, seluruh murid XII IPA 4 terkejut dan Rafa mengajak seluruh murid laki-laki yang ada untuk mendatangi lokasi yang telah Syifa tunjukkan. Saat mereka sampai di gudang mereka lebih terkejut lagi melihat kondisi  Kahfi dan Kuzyna, mereka tergeletak pingsan dengan keadaan tubuh yang penuh luka pukulan. Kemudian Rafa, Adam, Angga, aku, Azka, dan pak satpam segera membawa mereka ke rumah sakit terdekat dengan mobil kepala sekolah. Saat kami sampai di depan rumah sakit pak satpam segera memanggil suster.
“Suster tolong murid saya sus,”teriak pak satpam setelah keluar dari mobil.
“Ya, mas. Tolong angkat di tempat darurat ini,”pinta suster dengan tanggap.
“Ya, sus,”ucap kami bersamaan.
Akhirnya, Kuzyna dan Kahfi diperiksa, dan suster menyarankan kami pulang dan kembali sore harinya.
      Lembayung senja mulai menaungi dunia, akupun telah bersiap-siap. Aku dan bu Zuruka telah membuat janji untuk pergi ke rumah sakit bersama. Belum selesai aku mengenakan jilbab, bu Zuruka sudah tiba dengan mobilnya. Aku segera mempercepat mengenakan jilbab dan segera meminta izin pada ibu, dan berangkat menuju rumah sakit. Alangkah terkejutnya aku saat kulihat dalam mobil sudah ada Azka, Arka, Rafa, Qeza, Zee, Dev dan Bara.
“Kalian ikut juga?”tanyaku polos
“Ya dunk, akukan juga pengen liat si kembar. Untung aja bu Zuruka bawa mobil apv jadi muat banyak,”celetuk Bara.
“Huh....Bara nih,” ucap Rafa sambil menyenggol Bara.
“Apaan si, akukan gak salah,” protes Bara.
“Hahahahaha..”tawa teman-teman melihat tingkah Bara.
“Sudahlah, jangan becanda terus. Kapan mau nyampek rumah sakitnya,”kata bu Zuruka.
“Ok bu,” jawabku.
5
 
Akhirnya kami berangkat menuju rumah sakit. Sampai disana aku melihat Kahfi dan Kuzyna sudah siuman dan sudah bisa jalan-jalan.
“Kamu nggak papakan Zyn,”ucap Qeza kuwatir.
“Suit..suit. ehm...cie.cie..diperhatiin ama Qeza nih,”goda Azka dan teman-teman.
“Apaan sih,”kata Kuzyna membela diri.
“Zyn, Fi. Sebenernya apa sih yang terjadi pada kalian?”tanya bu Zuruka
Yang ditanya masih terdiam dan saling bertukar pandangan. Kuzyna adik Kahfi memucat setelah dipelototi kakaknya.
“Em..nggak bu, nggak terjadi apa-apa,”kilah Kahfi.
“Jujur aja Fi, kita inikan sahabat kalau ada masalah coba ceritain,”bujukku.
“Em....Bener Zi, gak ada masalah apa-apa koq, cuma...,”putus Kahfi.
“Cuma apa?”tanyaku.
“Maaf ya buat semuanya. Kami udah ngerepotin kalian, terutama bu Zuruka. Maaf bu, kami nggak bisa jadi murid kebanggaan ibu,”desah Kuzyna
“Ya bu. Maafkan kami. Ini semua adalah kesalahan kami,”timpal Kahfi.
“Ya sudah tidak apa-apa. Tapi siapa yang menyakiti kalian seperti ini? “tanya bu Zuruka.
Kahfi dan Kuzyna kembali terdiam, suasana kamar pasien yang tadinya ramai kini menjadi senyap. Sampai beberapa menit bu Zuruka mulai bicara.
“Kahfi, Kuzyna. Kalau memang kalian belum bisa cerita gak papa,”kata bu Zuruka.
Aku hanya bisa memperhatikan Kahfi, kulihat ke dalam matanya tertulis kebohongan besar. Juga terlihat beban yang sangat berat yang tengah dipikulnya.
      Malam ini mereka sudah boleh pulang. Kami yang sedari sore sudah di rumah sakit membantu berkemas dan menyelesaikan administrasi. Kamipun pulang diantar bu Zuruka.


 


      Hari ini ada pelajaran bahasa Indonesia. Bu Endang membagi kelompok diskusi dan aku satu kelompok dengan Ridza dan Kahfi. Tapi Ridza sedang izin ke rumah neneknya. Jadi tinggal kami berdua saja. Bu Endang menugaskan kami mencari literatur lain tentang materi surat lamaran pekerjaan. Karena Ridza tidak berangkat sekolah, aku memanfaatkan kesempatan ini untuk mencari tahu kejadian di gudang siang itu.
“Fi, sebenarnya, kenapa sih kamu sampai jadi kayak gini. Dulu kamu itu disiplin. Aku nggak suka ama kamu yang sekarang, coba deh cerita,”rayuku saat di perpustakaan.
6
 
Tapi, Kahfi hanya terdiam mendengarkan penuturanku. Saat itu suasana perpustakan sangat sepi. Hanya ada aku, Kahfi dan bu Fatma penjaga perpustakaan saja. Kontan hal itu membuat bu Fatma curiga, dan sebelum bu Fatma bertanya yang aneh-aneh, aku langsung menjelaskan perihal kedatangan kami yang berdua saja.
“Zifa, meng...,”tanya bu Fatma
“Bu...saya lagi diskusi. Jadi tolong dibantu ya bu,”putusku.
“Ow..Cuma berdua saja?”tanya bu Fatma lagi.
“Ya, memang seperti itu,”jawabku sekenanya.
Kemudian aku melanjutkan mengintrogasi Kahfi.
“Jadi, kenapa Fi,”tanyaku pada Kahfi
Tapi, Kahfi masih terdiam. Dan langsung berdiri, tiba-tiba ia langsung menarikku keluar dari perpustakaan. Dia membawaku ke ruang kesekretariatan OSIS yang sedikit tersembunyi, dan menyuruhku duduk di sudut ruang itu. Aku bingung, mengapa Kahfi mengajakku ke ruang kesekretariatan. Lama-lama aku menjadi ketakutan, tapi dia meyakinkanku.
“Tenanglah, Zi! Aku nggak akan nyakitin kamu,”ucap Kahfi.
“Sebenarnya, kenapa kamu ngajak aku kesini?”tanyaku takut.
“Jangan takut, aku cuma pengen bilang sesuatu dan aku akan ceritain semua tentang keadaanku,”jawabnya santai
“Memang apa yang terjadi sama kamu, jangan buat aku penasaran,”pintaku padanya.
Akhirnya Kahfi berterus terang,  ternyata setelah pak Madian memanggilnya. Pak Madian mengeluhkan kegiatan sekolah mereka yang menjadi amburadul, dan hal itu bisa membuat mereka tidak lulus sekolah. Ditambah lagi ujian nasional tinggal empat bulan lagi. Dan hal itu membuat mereka menjadi sangat bersalah. Dan mereka saling menyalahkan satu sama lain, sampai berkelahi dan pada akhirnya jatuh pinsan setelah badan remuk dan kelelahan, hal tersebut karena nasalah tentang keterlambatannya masuk sekolah, kebiasaannya tidur dikelas dan satu hal yang sangat mengecewakan yaitu, nilai ujiannya yang anjlok. Hal tersebut terjadi karena ayahnya yang telah meninggal setahun lalu, membebani ibu Kahfi dan Kuzyna untuk membiayai sekolah mereka dan Melvi adiknya yang baru masuk SMP serta kebutuhan sehari-hari. Dan ternyata saat ini ibunya sedang sakit. Sehingga Kahfi dan Kuzyna terpaksa kerja paruh waktu di sebuah mal saat pulang sekolah dan bekerja di tempat bilyard saat malam untuk membiayai hidup mereka. Hingga dia kadang harus pulang jam satu bahkan jam tiga. Hal itu yang membuatnya terlambat sekolah selama dua bulan ini. Usai bercerita, aku tak dapat menahan diri hingga aku meneteskan air mata, tapi Kahfi langsung mengusap pipiku, dan memegang kedua tanganku.
“Zi, kenapa kamu nangis. Kamu jangan nangis Zifaku sayang. Mungkin itu memang sudah takdir,”kata Kahfi.
“Aku...aku tidak apa-apa, jangan kuwatir. Kahfi kenapa kamu memanggilku gitu,”ucapku.
7
 
Saatku layangkan pertanyaan, Kahfi terdiam. Tapi tiba-tiba ia angkat bicara.
“Zi, aku ingin jujur,”tutur Kahfi.
“Katakan,”pintaku
“Zi, aku sayang kamu, tapi aku mohon jangan marah,”kata Kahfi kuwatir.
“Tidak, aku tidak marah. Hanya saja, aku belum bisa. Meskipun ku tau, sesungguhnya selama ini aku selalu menepis rasa cemas dan kuatir akan dirimu,” jawabku.
“Tidak apa-apa. Kitakan bisa jadi sahabat,”ucapnya senang
      Setelah mengetahui akan hal itu, aku berinisiatif untuk membantu Kahfi dan Kuzyna untuk mengatur kegiatan mereka. Meskipun sebelumnya mereka keberatan dengan bantuan kami, tapi kami meyakinkannya dan bila tidak berhasil aku akan menanggung ruginya. Itu janjiku pada Kahfi dan Kuzyna dan aku mulai rajin memperhatikan Kahfi dan Kuzyna, dan aku menceritakan semua kejadian itu kepada Azka dan Ridza. Dan Azka mempunyai ide untuk membantu mereka, yaitu dengan mempromosikan mereka untuk mendapatkan beasiswa. Dan kami bersama-sama membangun wirausaha. Dengan membuat kue-kue dan juga camilan dengan memanfaatkan singkong dan ubi kayu dan menitipkannya di warung-warung, kantin sekolah dan koperasi sekolah. Alhasil Kuzyna dan Kahfi mendapat beasiswa dan uang hasil usaha bisa membantu memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dan selama empat bulan terakhir ini kami membantu mereka mengejar ketinggalan mereka. Hingga pada waktu ujian dilaksanakan, semua berjalan lancar. Saat pengumuman kelulusan, kami berteriak gembira karena kami semua lulus.
“Zi,”panggil Kahfi.
“Ya, kenapa?”tanyaku
“Ikut aku,” kata kahfi, lagi-lagi ia menarik lenganku.
“Kahfi, ada apa?”aku masih bertanya.
Tapi dia hanya diam, sampai akhirnya kami sampai di depan mushala sekolah. Mushala itu sepi, karena teman-teman yang lain sedang merayakan kelulusan. Tiba-tiba Kahfi memegang tanganku lembut.
“Zifa, makasih, karena kamu, aku bisa melakukan semuanya. Aku udah nggak pernah terlambat. Ujianpun jadi lancar dan hasil ujianpun memuaskan,”ucap Kahfi.
“Ya, sudahlah. Kitakan sahabat, harus saling bantu,”sambungku.
“Zi,”panggil Kahfi.
“Ya,”jawabku.
“Aku mau kuliah di Jogja, aku dapat beasiswa disana,”ucapnya.
8
 
“Kuzyna,”ceplosku.
“Em...dia gak mau kuliah, tapi aku dah coba bujuk. Kalau dia mau, mungkin kuliah di Unila, soalnya dia dapat beasiswa kimia murni disana,”jelas Kahfi.
“Ow, ya...semoga kalian sukses, tapi....”putusku.
“Tapi apa?”tanya Kahfi.
“Usai kelulusan ini, aku akan pindah dari Lampung ikut ayah pindah tugas kerja,” sambungku sedih.
“Kemana? Kenapa kamu ninggalin aku?”tanya Kahfi.
“Aku ikut ayah pindah tugas ke Timika. Meskipun kayak gitu aku nggak pernah ninggalin kamu.” sambungku.
“Aku bakal kangen banget sama kamu,”ucap kahfi sedih.
“Jangan sedih. Suatu saatkan kita bisa ketemu lagi,”kataku sambil mengalungkan namaku ke lehernya.
“Fi, jangan lupain aku,”timpalku sambil  berjalan pulang.
“ZIIFAAA, aku sayaaaaang kamu,” teriak Kahfi sambil berlari kearahku dan memberikanku sekotak bungkusan kecil. Saat aku membukanya di rumah, ternyata isinya adalah kalung berbandul hati dan kotak musik.
      Saat itulah pertemuanku yang terakhir dengan Kahfi. Aku yang harus ikut ayah bertugas  ke Timika dan Kahfi kuliah ke Jogja. Dan sampai beberapa tahun kedepan aku tidak bisa bertemu dengannya lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar